Kisah Zhuge Liang

Share
Zhuge Liang.jpg
Zhuge Liang memegang kipas dari bulu


ciri khasnya
Perdana menteri Shu Han
Lahir 181
Yinan, Shandong, China
Wafat 234, aged 52-53
Wuzhang Plains, Shaanxi, China
Nama
Hanzi sederhana 诸葛亮
Hanzi tradisional 諸葛亮
Pinyin Zhūgě Liàng
Wade-Giles Chu-ko Liang
Nama kehormatan Kongming (孔明)
Nama anumerta Marquis Zhongwu (忠武侯)
Nama lain Wòlóng (臥龍) Crouching Dragon
Fúlóng (伏龍) Sleeping Dragon

Zhuge Liang (Hanzi: 诸葛亮) (181234 AD) adalah ahli strategi militer Tiongkok yang terkenal pada periode Tiga Kerajaan (220–280 AD). Ia menjabat sebagai perdana menteri Shu Han dengan kaisarnya bernama Liu Bei. Ia bernama lengkap Zhuge Kongming dan nama julukan Wòlóng, juga dikenal sebagai Cukat Liang atau Kong Beng di kalangan Tionghoa Indonesia. Ia adalah salah satu tokoh sentral di balik berdirinya Tiga Kerajaan.
Ia mengikuti Liu Bei setelah Liu Bei dan kedua adik angkatnya membuat tiga kunjungan untuk menjemputnya menjadi ahli strategi negeri Shu. Terharu dengan keikhlasan dan kemurnian hati Liu Bei yang menangis kerana mengenangkan nasib rakyat di zaman peperangan itu, maka ia menghambakan diri kepada Liu Bei. Nasihat pertama yang diberikannya secara pribadi kepada Liu Bei adalah "Longzhong Plan", yaitu tentang pendirian tiga negara besar di tanah Tiongkok, yaitu Wei, Wu dan Shu. Nasihat pertama Zhuge Liang ini menjadi kenyataan setelah beberapa tahun membantu Liu Bei di dalam peperangan untuk menegakkan Dinasti Han yang telah rapuh.
Zhuge Liang adalah seorang ahli strategi dan advisor dari Shu, dia sering dipanggil ”Sleeping Dragon” atau Naga Tidur. Dia jenius dalam banyak urusan, baik itu domestik dan urusan ke luar.
Setelah Liu Bei wafat, Liu Bei mengamanatkan padanya untuk memulihkan kembali kekuasaan Dinasti Han dan ’mengambil’ alih kekuasaan kalau-kalau anak Liu Bei, Liu Chan, tidak becus dalam menjalankan negara. Walaupun Liu Chan terbukti tidak cakap, Zhuge Liang masih menghargainya sebagai kaisarnya.
Hal pertama yang dia lakukan adalah mengamankan daerah Nanman. Dan pada tahun 225 AD dia menginvasi daerah Nanman dan berhasil menangkap pemimpinnya, Meng Huo. Zhuge Liang kemudian menawarkan status aliansi kepada Nanman yang kemudian ditolak oleh Meng Huo. Setelah Zhuge Liang menangkap dan melepaskan Meng Huo sebanyak tujuh kali, akhirnya Meng Huo mau menerima penawaran itu dan menjadi aliansi untuk Shu.
Setelah mengamankan daerah selatan dan memastikan tidak akan ada pemberontakkan dari Nanman maka kampanye utara pun dilaksanakan. Pada tahun 227 AD Zhuge Liang menginvasi Tian Shui dan berhasil merekrut seorang prajurit Wei yang cakap, Jiang Wei, untuk bergabung dengan Shu. Jiang Wei kemudian ditunjuk menjadi penerus Zhuge Liang.
Tahun 228 AD Dia mengirimkan anak buahnya, Ma Su untuk mengambil daerah Jie Ting. Dan perang antara Shu yang dikomandani oleh Ma Su dengan Wei yang dikomandani oleh Sima Yi terjadi. Ma Su yang telah dilarang oleh Zhuge Liang untuk mendirikan perkemahan di puncak gunung bersikeras melakukannya dengan alasan agar lebih mudah menghancurkan perkemahan musuh. Namun, tak terpikirkan oleh Ma Su, ternyata hal itu malah membuat Wei menjadi mudah menyerang. Pasukan Wei dipimpin oleh Zhang He menaiki bukit menuju perkemahan Shu yang membuat Ma Su mundur dan kalah telak. Pada akhirnya, Ma Su yang dijadikan penjahat negara dieksekusi mati oleh atasannya sendiri, Zhuge Liang.
Tahun 229 AD Zhuge Liang kembali mengambil alih komando perang, kali ini di Chen Cang. Chen Cang yang merupakan daerah Wei yang dilindungi oleh Sima Yi. Lagi-lagi perang antara Zhuge Liang dan Sima Yi terjadi. Alhasil, walaupun Chen Cang yang terutama gerbang utamanya itu sangat terlindungi, namun dengan segala perlengkapan berat Shu, Chen Cang akhirnya jatuh ke tangan Zhuge Liang.
Kampanye utara ini tak berakhir sampai di Chen Cang, tapi Zhuge Liang meneruskannya sampai ke dataran Wu Zhang. Pada awal kedatangan Shu ke daerah ini, Zhuge Liang sudah jatuh sakit dan berita ini sampai ke Sima Yi. Sebelum mulai perang terbuka, Zhuge Liang mengirimkan surat kepada kaisar Wu, Sun Quan, meminta untuk menyerang Wei dengan harapan Wei akan kekurangan pasukan ketika melawan Shu di Wu Zhang nanti. Kerajaan Wu meluluskan permintaan tersebut namun tidak dengan sepenuh hati dikarenakan hanya untuk menghargai aliansi Wu-Shu. Wu yang akhirnya menyerang istana He Fei milik Wei malah mengalami kekalahan.

Tapi bagaimanapun perang di Wu Zhang harus tetap dimulai. Akhirnya pada tahun 234 AD Zhuge Liang mengumumkan perang terbuka terhadap Wei yang dikomandani oleh Sima Yi. Walaupun sakit, Zhuge Liang tetap mengomando pasukan Shu sampai akhirnya dia wafat ketika perang belum berakhir. Komando pasukan Shu diambil alih oleh Jiang Wei. Jiang Wei memerintahkan untuk menutupi kematian Zhuge Liang dari Wei.

Namun Sima Yi yang merasakan keganjilan akan strategi yang Shu pakai berkesimpulan kalau Zhuge Liang sudah wafat. Dengan kesimpulan tersebut, dia membuat tentara Wei makin bersemangat dan membuat Jiang Wei harus mundur kembali ke Shu Han. Dan setelah perang berakhir, Sima Yi pergi ke sisa-sisa perkemahan Shu dan menganugerahi Zhuge Liang sebagai ’the greatest mind under heaven’
Kematian Zhuge Liang menjadi awal kemunduran bangsa Shu yang akhirnya menyerah kepada Wei pada tahun 263 AD (sekitar 30 tahun setelah Zhuge Liang wafat). Pada tahun 265 AD menteri negara Wei bernama Sima Yan (cucu dari Sima Yi) merebut kekuasaan dari keluarga Cao dan mendirikan negara Jin. Akhirnya pada tahun 280 AD Cina resmi dipersatukan di bawah Dinasti Jin yang akan berkuasa selama lebih dari 150 tahun berikutnya.
Kebesaran Zhuge Liang menyebabkannya digelari salah satu dari 6 perdana menteri terbesar dalam sejarah Tiongkok.
Zhuge Liang acapkali dilukiskan memegang kipas yang terbuat dari bulu burung bangau.

0 komentar:

Posting Komentar