Seks atau Tidur, Mana Lebih Penting?

Share
http://faktabukanopini.blogspot.com/
ebuah survei digelar untuk mengetahui kebiasaan tidur orang di masa sekarang ini. Salah satu pertanyaan dari survei tersebut adalah, lebih penting mana antara tidur dan seks. Mau tahu hasilnya?

51% responden asal Amerika Serikat dari survei yang digelar di Hotel Westin itu menjawab memilih tidur ketimbang seks. Dilansir Airlines and Destinations, responden yang memilih tidur kebanyakan berjenis kelamin pria. Sedangkan responden wanita lebih pilih seks daripada terlelap.

Survei ini diikuti oleh 12.500 ribu responden dari 12 negara yaitu Australia, Kanada, China, Prancis, Jerman, India, Italia, Jepang, Meksiko, Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab. Ada 1.000 responden dari masing-masing negara. Namun khusus di Amerika, ada 1.500 responden yang ikut dalam survei Hotel Westin tersebut.

Bukan hanya responden di Amerika saja yang memilih tidur ketimbang seks. Sembilan dari sepuluh negara lain yang disurvei, para respondennya juga memilih tidur daripada seks. Hanya para responden di Kanada saja yang memilih seks dari tidur.

Lebih dari satu dekade lalu, Hotel Westin sebenarnya juga pernah menggelar survei serupa. Saat itu, hanya 31% responden yang memilih tidur ketimbang seks.

Survei terbaru ini pun menunjukkan kalau orang sekarang sangat mendambakan tidur. Menurut 56 responden, dengan kesibukan yang semakin menggila, tidur yang nyenyak di malam hari lebih penting dari apapun.

61% responden penelitian tersebut juga mengatakan, perkembangan teknologi salah satunya kepemilikan BlackBerry, membuat mereka jadi kurang tidur. Ada juga 60% responden yang menyalahkan bantal sebagai penyebab mereka tidak bisa tidur nyenyak. Sementara itu, 58% responden lainnya mengaku tidak bisa tidur karena memikirkan tagihan dan utang.

Bicara soal BlackBerry, bukan hanya tidur saja yang bisa terganggu karena smartphone tersebut. Kehidupan seks Anda pun bisa memburuk karena BlackBerry.

Dilansir Forbes, sebuah survei menunjukkan penggunaan BlackBerry yang awalnya untuk mempermudah pekerjaan dan membuatnya jadi lebih efisien ternyata justru kebalikannya. Dengan adanya alat tersebut, orang jadi semakin memperpanjang waktunya untuk bekerja, seperti yang terjadi pada pasien-pasien Patricia A. Farrell, psikolog dan pengarang 'How to Be Your Own Therapist: A Step-by-Step Guide to Taking Back Your Life.

Efek dari semakin panjangnya waktu untuk bekerja ini, menurut Farrell, orang menjadi lelah, berkurangnya keintiman dengan pasangan, mudah marah dan memicu konflik. Alhasil, segala efek negatif itu akan menciptakan sebuah hubungan pernikahan yang rentan retak.

0 komentar:

Posting Komentar