Lika Samiadi
“
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan menonton film “Bruce Lee, My Brother” yang mengisahkan sisi-sisi kehidupan sang legenda kungfu dan ikon seni bela diri itu dari sudut pandang sang adik, Robert Lee.Film ini tidak mengisahkan kesuksesan sang bintang saat ia menjadi artis kungfu terkenal namun justru memaparkan sisi berbeda.”
Film ini tidak mengisahkan kesuksesan sang bintang saat ia menjadi artis kungfu terkenal namun justru memaparkan sisi berbeda — mulai dari masa kecil, keluarga, cinta pertama dan pernak-pernik kehidupannya melewatkan masa muda di Hong Kong sebelum pergi ke Amerika. Juga tak ada gambaran perjuangan petarung dengan teriakan khas ini dalam menembus Hollywood sehingga kariernya melejit lewat film seperti “The Big Boss” atau “Fist of Fury”.
Cerita bermula ketika ayah Bruce Lee, Lee Hoi Chuen (Tony Leung) sangat bergembira atas kelahiran putranya di San Fransisco, 27 November 1940. Oleh pemain opera Kanton kenamaan itu, si anak dinamakan Lee Jun Fan — yang di kemudian hari lebih dikenal dengan Bruce Lee.
Sebulan sebelum invasi Jepang ke Cina, ayah Bruce memboyong seluruh keluarganya ke Hong Kong. Sejak kecil, Bruce sudah diajak ayahnya bermain film dan film perdana yang dibintanginya di tahun 1941 adalah “Golden Gate Girl”. Nama “Naga Kecil” (Lee Xiao Long) disandang Bruce saat ia bermain dalam film “The Kid” di usia 9 tahun.
Bruce punya sahabat baik bernama Kong dan Unicorn dan mereka sering berada di kedai teh untuk bercanda dan bercengkerama. Belakangan, hubungan Bruce dan Kong merenggang karena keduanya jatuh cinta pada perempuan yang sama: Pearl.
“
Belakangan, hubungan Bruce dan Kong merenggang karena keduanya jatuh cinta pada perempuan yang sama: Pearl.”
Film ini menggambarkan bagaimana Bruce Lee berguru pada suhu kungfu mumpuni Master Ip Man. Dalam sebuah pertarungan tinju, Bruce mengalahkan petinju kulit putih Charlie Owen (Alex Yen) yang, tidak menerima kekalahan itu, kemudian menantang Bruce untuk tanding ulang. Bruce tetap menang, dan diceritakan lahirnya teriakan fenomenal yang terinspirasi dari seekor kucing.
Usai pertarungan itu, Bruce mendapat kabar dari Charlie (anak pejabat polisi) bahwa Kong telah menjadi seorang pecandu narkotik dan saat ini sedang disandera di sebuah tempat rahasia.
Bruce pun datang menyelidiki markas triad untuk mencari Kong. Namun insiden fatal terjadi — Bruce terlibat kesulitan besar karena ia diincar kelompok triad itu untuk dimasukkan ke penjara. Ayah Bruce memutuskan untuk “mengungsikan” Bruce ke San Fransisco, mengikuti sang kakak tertua Agnes Lee yang sedang belajar di Washington.
Dibintangi oleh artis Aarif Lee (tahun lalu memenangkan penghargaan perfilman Hongkong sebagai pemain baru terbaik dan lagu orisinal terbaik dalam film “Echoes of The Rainbow”, film dengan biaya pembuatan $ 7,3 juta ini dirilis menjelang perayaan ulang tahun Bruce ke-70 (27 November 2010).
Dibawah arahan sutradara Raymond Yip, film ini dengan sukses menggambarkan suasana kota Hong Kong di era 1960-an di mana sang “naga kecil” merintis karir dan kiprahnya. Pemilihan aktor belia Aarif Lee (23 tahun) juga sungguh tepat ia berhasil menghidupkan sosok Bruce Lee masa muda.
Tata sinematografi digarap apik dengan gambar-gambar indah memanjakan mata. Narasi yang dituturkan sang adik, Robert Lee, juga mengalir lancar.
Anda yang menggemari aksi-aksi kungfu spektakuler Bruce Lee dalam menumbangkan lawan-lawannya sepertinya harus kecewa karena film ini tidak banyak menampilkan adegan seperti itu. Namun film ini tetap menarik dengan sentuhan drama yang kental yang mengangkat Bruce Lee sebagai manusia biasa — bagaimana ia memaknai hubungan cinta dan persahabatan serta upaya kerasnya menggapai impian.
0 komentar:
Posting Komentar